Sahabat FTC,
Mungkin Anda sudah banyak sekali membaca referensi terkait sertifikasi kompetensi, baik postingan di instagram FTC sendiri, maupun di media sosial Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) atau para praktisi Human Resources (HR). Jika dicermati semua cerita itu akan berakhir di selembar kertas yang dikenal sebagai sertifikat kompetensi.
Keberhasilan seseorang dalam mendapatkan sertifikat kompetensi menjadi kebanggaan tersendiri. Tentunya wajar, setelah bergelut dan berjuang menghadapi uji kompetensi dengan segala suka dukanya. Bagi sebagian orang, sertifikat di tangan adalah akhir cerita, dan sebagian orang lagi dianggap sebagai awal perjuangan.
Perjuangan panjang sejak mengikuti pelatihan, mengumpulkan bukti kompeten, sampai mengikuti uji kompetensi memberikan wawasan baru dan semangat dalam bekerja. Namun, realitas dunia kerja terkadang tidak sesuai dengan harapan atau teori-teori pelatihan. Inilah saat uji kompetensi sesungguhnya di mulai, Anda siap?
Cerita dari seorang pemegang sertifikat kompetensi dalam menghadapi realitas dunia kerja belum banyak disentuh, dan terkadang bikin penasaran. Mungkin nggak terbayang sebelumnya seperti apa bekerja pada lingkungan kerja di sebuah perusahaan. Tulisan sederhana ini akan mengulas tantangan di lingkungan kerja.
Sebelum melangkah jauh, alangkah baiknya kita melakukan refresh dan mempertajam pengertian kompetensi.
Kompetensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan kata benda (nomina) yang berarti kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu), sedangkan kompeten merupakan kata yang menjelaskan nomina atau pronomina (adjektiva) yang berarti cakap (mengetahui).
Dalam dunia kerja pengertian kompetensi mengacu pada undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang mendefinisikan kompetensi kerja sebagai kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Seseorang yang telah memenuhi aspek-aspek sesuai standar disebut kompeten atau cakap sesuai lingkupnya.
Penerapan kompetensi di perusahaan ternyata menjadi lebih spesifik lagi daripada definisi di undang-undang atau teori. Penerapan kompetensi di dunia kerja memperhatikan standar kinerja yang telah ditetapkan perusahaan, misalnya memperhatikan aspek produktivitas, pencapaian target produksi, dan sasaran mutu.
Biasanya pihak perusahaan lebih fokus pada produktivitas dan kinerja pekerja dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan job decsription, pemenuhan target produksi, atau penjualan. Seorang pekerja dituntut untuk mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan sesuai dengan standar yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja.
Perusahaan akan membayar mahal seorang pekerja atas keahlian yang memberikan keuntungan bagi perusahaan misalnya dengan memberikan kontribusi terhadap output hasil produksi, pencapaian target mutu, volume transaksi penjualan, sampai dengan berapa nilai uang yang masuk ke rekening perusahaan. Kompetensi, dalam hal ini bukan hanya dinilai berdasarkan selembar sertifikat.
Kemampuan pekerja untuk melakukan pekerjaan sesuai prosedur, produktif, dan dapat memenuhi target kinerja yang telah ditetapkan akan lebih disenangi perusahaan. Perusahaan akan menyebutnya sebagai seorang pekerja yang mempunyai nilai (Value) dan berkontribusi aktif.
Inilah tantangan sebenarnya bagi pemegang sertifikat di dunia kerja, jangan sampai mempunyai beberapa sertifikat kompetensi, namun saat menghadapi pekerjaan yang memerlukan solusi malah stress, dan terdiam tanpa tindakan!
Tetap semangat dan semoga harinya membahagiakan!
Referensi:
• Buku Pedoman Lengkap Profesional SDM Indonesia, 2013. Brian Aprinto dan Fonny Arisandy Jacob terbitan PPM Manajemen.
• Palan, R. Ph.D., 2007. Competency Management. Penerbit PPM, cetakan 1.
• Mardianto, Adi S.Psi, MBA, 2012. Recruitment Analysis. Pinasthika Publisher, cetakan 1.
• Materi webinar Manajemen Produktivitas, Dadang Budiaji, MM.