NAPAK TILAS 420 TAHUN
Perkembangan Manajemen SDM dan Kompetensi
Bagian 2

Kelompok Perajin (1600-1799)
Perajin di tanah Jawa pada masa itu terdiri dari pandai besi, tukang ukir, tukang tenun, tukang batik, tukang jahit sampai pembuat perhiasan emas. Pekerjaan tersebut termasuk masih menggunakan teknologi sederhana, meskipun tentunya memerlukan pengetahuan dan kemampuan khusus dalam menyelesaikan pekerjaannya. Tidak berbeda jauh dengan di Jawa, saat itu pekerjaan di Sumatera, Bali dan Sulawesi juga masih didominasi pekerjaan dalam bidang pertanian, perajin, dan menenun kain.

Pembuatan barang dan jasa tersebut dilakukan terkadang melalui kelompok-kelompok kecil perajin. Ketika permintaan produk semakin tinggi, maka semakin banyak diperlukan tambahan pekerja hingga lama kelamaan menyerupai pabrik berukuran kecil. Kelompok perajin tersebut berusaha untuk memasok perdagangan antar pulau di Nusantara saat itu atau memenuhi kebutuhan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau persekutuan dagang Belanda.

VOC mulai bercokol dan melakukan perdagangan di nusantara sejak 1602. Perusahaan dagang ini pada awalnya mencari sumber-sumber rempah dengan harga murah, namun sejalan perkembangan harga rempah di Eropa akhirnya VOC juga mengembangkan pencarian selain rempah, misalnya emas, kain, gula, beras dan garam.

Kenaikan permintaan barang baik langsung atau tidak langsung akibat adanya VOC di nusantara lambat laun membuat permintaan barang dan jasa meningkat. Peningkatan ini untuk memasok kebutuhan VOC baik pemenuhan di Batavia, Maluku maupun untuk dikirim ke Belanda atau dijual ke negara lainnya. Hal ini menyebabkan diperlukan tambahan perajin atau pekerja. Kelompok perajin untuk memperoleh tenaga tambahan dilakukan melalui rekrutmen dan seleksi sederhana dari teman sekampung atau daerah lainnya sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan.

Di masa ini, sistem kerja kegiatan manajemen SDM bersifat dasar (basic) untuk pemenuhan pekerja dengan lingkup pekerjaan sederhana. Pengetahuan dan keterampilan pekerja berupa kemampuan untuk menenun kain, pandai besi, membuat senjata, dan peralatan pertanian sederhana. Struktur organisasi secara terdokumentasi belum terbentuk, dan hanya bersifat pimpinan kelompok.

Masa Revolusi Industri (1800 – 1900)
Penemuan teknologi mesin uap menimbulkan dampak perubahan dalam sistem kerja yang dikenal dengan masa revolusi industri. Penggunaan mesin uap menjadi alat mekanis pertama dalam industri tekstil dilakukan di Inggris. Hal ini menjadikan proses manufaktur yang masih dilakukan oleh manusia, mulai menggunakan teknologi mesin uap sehingga produksi barang meningkat dengan hasil yang lebih besar.

Tentunya pengoperasian mesin uap dilakukan dengan skala pabrik, bukan lagi pekerja individu. Sistem kerja di pabrik ditandai dengan adanya pembagian kerja. Pembagian kerja meliputi pekerjaan mengoperasikan mesin dan pekerjaan manual yang biasa dilakukan sebelumnya oleh pekerja. Penggunaan mesin uap menimbulkan kebutuhan pekerja yang mampu mengoperasikan dan memelihara mesin, sehingga terdapat kebutuhan kemampuan (skill) baru.

Di Nusantara sendiri, pada periode ini ditandai oleh jatuhnya perusahaan dagang VOC akibat kebangkrutan dan pengalihan kekuasaannya kepada Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda mulai membangun pabrik-pabrik terutama di Jawa, misalnya pabrik gula. Jaringan perkeretaapian juga mulai direncanakan dan dibangun terutama di Jawa.

Perubahan ini membawa pergeseran fungsi pengelolaan SDM saat itu untuk mendapatkan, memelihara dan mempertahankan pekerja dengan kemampuan mengoperasikan mesin-mesin. Selain itu, perbedaan keahlian ini berdampak juga terhadap sistem penggajian, dan mengelola data pekerja mulai diperhatikan.

Bersambung ke bagian 3

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Linkdin
Share on Pinterest

Leave a comment